-->

Contoh Artikel Bahasa Indonesia tentang Percakapan

Saturday, December 27, 2014

Contoh Artikel Bahasa Indonesia tentang Percakapan

Kita sangkal atau tidak, bahasa memang sudah menjadi salah satu indicator penentu kepribadian seorang manusia itu baik atau tidak. Tidak percaya? Langsung saja saya beri beberapa gambaran.
Percakapan I
Ibu         : Nak, kamu tadi sudah mandi?
Anak      : Wis Bu, jam loro mau.
Ibu         : Oh ya wis, sekarang Ibu mintak tolong kamu nyapu latar ya nak..
Anak      : Nggih, bu.
Percakapan II
Anak      : Pak, aku tukokno jajan tah!
Bapak    : Lha iku mau lak wes digawakno mbokmu!
Anak      : Lah mbok kemaruk ngono, kabeh dibadok.
Bapak    : Ra oleh ngomong ngono iku!
Anak      : Lha kowe yo ngomong ngono wingi nang mbok, kate aku niru sopo?
Sudah punya gambaran sekarang? Percakapan I menggambarkan pembicaraan orang tua dan anak yang cukup (bisa dikatakan lebih dari cukup- saat ini) harmonis. Sedangkan percakapan II, anak diajarkan untuk meniru, bukan diajari. Jadi jika yang ditiru itu jelek, tidak usah diragukan lagi, kepribadiannya hampir pasti jelek pula.
Siapa sih yang harus berbicara secara santun? Secara teoritis, semua orang harus berbahasa secara santun. Setiap orang harus berbahasa santun agar bisa menjaga etika, dan tujuan komunikasi dapat tercapai.
Sekarang, bagaimana komunikasi bisa berjalan dengan santun? Komunikasi akan santun jika antara penutur dengan mitra tutur selalu berprasangka baik satu sama lain. Komunikasi juga akan terasa santun jika penutur berbicara secara terbuka dan seandainya menyampaikan kritik disampaikan secara umum, tidak ditujukan khusus kepada pribadi tertentu.
Lagi, komunikasi juga dapat dikatakan santun jika penutur menggunakan bentuk tuturan yang lugas, dan tidak ada yang ditutup-tutupi. Ada lagi, penutur harus mampu membedakan situasi dan kondisi, antara serius dan bercanda.
Ada fakta pemakaian bahasa Indonesia yang santun ditandai dengan bahasa verbal, misalnya:
·         Perkataan “tolong” ketika hendak meminta tolong orang lain
·         Ucapan “terima kasih” setelah orang lain melakukan tindakan yang diinginkan oleh penutur
·         Penyebutan kata “Bapak” atau “Ibu” dibanding dengan kata “Anda”
·         Penyebutan kata “beliau” daripada “dia” untuk orang yang lebih dihormati
·         Penggunaan kata “minta maaf” untuk ucapan yang merugikan mitra tutur
Disamping bentuk-bentuk verbal diatas, ternyata bentuk non-verbal juga dapat menunjukkan kesantunan, misalnya:
·         Memperlihatkan wajah ceria
·         Selalu tampil dengan tersenyum ketika berbicara
·         Sikap menunduk ketika berbicara dengan mitra tutur yang lebih dihormati
·         Posisi tangan yang selalu merapat pada tubuh (tidak berkacak pinggang)
Pemakaian bahasa non-verbal dapat menimbulkan “aura” kesantunan dari pribadi penutur.
Meskipun banyak cara agar berbahasa selalu santun, namun ada pula fakta bahwa komunikasi yang terjadi sering tidak santun, misalnya:
·         Penutur menyampaikan kritik secara langsung (menohok mitra tutur) dengan kata atau frase kasar
·         Penutur didorong oleh rasa emosi ketika bertutur (sehingga menimbulkan kesan marah terhadap mitra tutur)
·         Penutur protektif terhadap pendapatnya (agar pendapat mitra tutur tidak dipercaya orang lain)
·         Penutur SENGAJA ingin memojokkan mitra tutur, dengan demikian, mitra tutur menjadi tidak berdaya
·         Penutur menyampaikan tuduhan atas dasar kecurigaan terhadap mitra tutur
Atas dasar identifikasi diatas, ada beberapa faktor yang menyebabkan ketidaksantunan pemakaian bahasa Indonesia.
Pertama, ada orang yang memang tidak tahu kaidah kesantunan yang harus dipakai ketika berbicara. Jika faktor ini yang menjadi penyebabnya, terapi yang harus dilakukan adalah memperkenalkan kaidah kesantunan dan mengajarkan pemakaian kaidah tersebut dalam berkomunikasi. Hal ini biasanya terjadi pada anak kecil yang memang belum cukup pengetahuannya mengenai kesantunan berbahasa Indonesia.
Kedua, ada orang yang sulit meninggalkan kebiasaan lama dalam budaya bahasa pertama sehingga masih terbawa dalam kebiasaan lama. Jika faktor ini yang menjadi penyebabnya, terapi yang harus dilakukan  adalah secara perlahan-lahan meninggalkan kebiasaan lama dan menyesuaikan diri dengan kebiasaan baru.
Ketiga, karena sifat bawaan “gawan bayi” yang memang suka berbicara tidak santun di hadapan publik. Jika faktor ini menjadi penyebabnya, terapi yang harus dilakukan adalah mengeliminasi orang tersebut dari peran publik (tidak menduduki posisi suatu tokoh/pimpinan) agar tidak menyebabkan “virus” ketidaksantunan terhadap masyarakat. Sifat-sifat bawaan seperti itu sangat sulit untuk disembuhkan. Jika mereka tetap mempertahankan sifat-sifat yang jelek seperti itu, maka tidak diragukan lagi akan menjadi “virus” dalam generasi berikutnya.
Berdasarkan uraian diatas, ada beberapa pikiran yang dapat dicatat sebagai indikator santun tidaknya seseorang berbahasa Indonesia.
a)      Ketidaksantunan berbahasa dapat disebabkan oleh:
·         Ketidaktahuan kaidah kesantunan yang harus dipakai ketika berbahasa
·         Kesulitan meninggalkan kebiasaan lama dalam budaya bahasa pertama sehingga masih terbawa dalam kebiasaan lama
·         Sifat bawaan yang memang suka berbahasa tidak santun di hadapan publik
b)      Pemakaian bahasa Indonesia yang santun dapat diidentifikasi penandanya sebagai berikut:
·         Penutur berbicara wajar dengan akal sehat
·         Penutur mengedepankan pokok masalah yang diungkapkan
·         Penutur selalu berprasangka baik terhadap mitra tutur
·         Penutur terbuka dan menyampaikan kritik secara umum
·         Penutur menggunakan bentuk lugas
·         Penutur mampu membedakan antara suasana bercanda dan serius
c)       Bahasa yang santun juga dapat diaplikasikan dalam bentuk verbal atau non-verbal.
Verbal
·         Perkataan “tolong” ketika hendak meminta tolong orang lain
·         Ucapan “terima kasih” setelah orang lain melakukan tindakan yang diinginkan oleh penutur
·         Penyebutan kata “Bapak” atau “Ibu” dibanding dengan kata “Anda”
·         Penyebutan kata “beliau” daripada “dia” untuk orang yang lebih dihormati
·         Penggunaan kata “minta maaf” untuk ucapan yang merugikan mitra tutur
Non-Verbal
·         Memperlihatkan wajah ceria
·         Selalu tampil dengan tersenyum ketika berbicara
·         Sikap menunduk ketika berbicara dengan mitra tutur yang lebih dihormati
·         Posisi tangan yang selalu merapat pada tubuh (tidak berkacak pinggang)
d)      Meskipun belum didukung dengan data yang cukup valid, beberapa penanda bahasa yang tidak santun dapat diidentifikasi sebagai berikut:
·         Penutur menyampaikan kritik secara langsung (menohok mitra tutur) dengan kata atau frase kasar
·         Penutur didorong oleh rasa emosi ketika bertutur (sehingga menimbulkan kesan marah terhadap mitra tutur)
·         Penutur  protektif terhadap pendapatnya (agar pendapat mitra tutur tidak dipercaya orang lain)
·         Penutur SENGAJA ingin memojokkan mitra tutur, dengan demikian, mitra tutur menjadi tidak berdaya
·         Penutur menyampaikan tuduhan atas dasar kecurigaan terhadap mitra tutur